Teknologi Perikanan dan Budidaya Lele

Minggu, 12 Desember 2010

Mbah Surip Manusia Sejati Indonesia


Mbah Surip memang fenomenal. Di panggung kepopulerannya, Mbah Surip datang dan melejit naik daun dengan sangat cepat. Demikian pula pergi meninggalkan kepopulerannya dengan sangat cepat pula. Seperti mendadak terbangun dari mimpi mendengar berita Mbah Surip meninggal dunia. Meskipun secara personal saya tidak kenal dengannya, kematiannya yang tiba-tiba itu mengaggetkan saya.

Sepanjang yang saya tahu, Mbah Surip sudah terkenal di kalangan seniman dan budayawan jauh sebelum lagu Tak Gendong itu populer dan menjadi nada sambung pribadi favorit. Mbah Surip merupakan pengisi acara bulanan yang digagas dan dimotori oleh Emha Ainun Najib [Cak Nun] itu.


Mbah Surip bisa jadi merupakan salah satu icon Kenduri Cinta, selain tentunya Cak Nun sendiri. Sejak itu, gaya dan ketawanya yang khas dan lagunya yang keluar pakem pop, menjadi suguhan rutin Kenduri Cinta disamping Kiai Kanjeng dan kelompok budaya lain sebagai pengisi acara.

Kala itu Tak Gendong belum sepopuler sekarang. Lagu Bangun Tidur pun banyak yang tidak tahu. Tetapi saat ini, siapa yang tak kenal lagu ini. Bahkan barangkali, nada sambung pribadi sampeyan adalah ketawanya Mbah Surip atau tagline-nya yang terkenal, i love you full! Di mata manusia biasa seperti saya, dahulu Mbah Surip tidak berharta, tetapi dalam tempo tak lebih dari tiga bulan dia seorang yang kaya raya. Dahulu dia bukan siapa-siapa dan tak banyak orang peduli padanya, tapi saat ini Presiden Republik Indonesia pun ikut mengucapkan berbela sungkawa. Barangkali dengan penampilannya yang terkesan urakan, tak banyak orang mengaku dia sebagai kawan saudara, namun saat populernya banyak mengaku dekat dan kerabatnya. Bahkan kalangan selebritas pun berebut meminta tanda tangannya.

Dalam suasana menata hati yang tak kunjung selesai ini, saya mencoba membaca kehidupan dan berguru kepada Mbah Surip, yang oleh Emha Ainun Najib disebut sebagai manusia sejati Indonesia.

Cak Nun sering menggambarkan sosok Mbah Surip adalah gambaran “manusia indonesia sejati” tak tak pernah susah, tak pernah gelisah, tidak pernah sedih dan selalu tertawa. Meskipun sering diledek orang tetap saja tertawa dan tak pernah dendam atau membalas ledekan tersebut. Bahkan kadang Mbah Surip bingung untuk pulang karena kehabisan ongkos.

Itulah hikmah pertama dan kedua yang saya dapatkan dari Mbah Surip.

Ketiga, mencintai sepenuh hati karya sendiri. Sepanjang saya melihat Mbah Surip beraksi di panggung, dia mempunyai gaya sendiri. Tak perlu gaya Cak Nun, Rendra, Srimulat atau gaya sinetron. Gayanya orisinil namun tetap menghibur. Mbah Surip selalu menyanyikan lagu karya sendiri. Lagi-lagi dengan penampilan dan model sendiri. Tak ikut-ikutan gaya Peterpan, Kiai Kanjeng, Opiek atau Michael Jakcson. Meskipun tak booming, Mbah Surip tetap menyanyikan lagu Tak Gendong dan Bangun Tidur di setiap penampilan yang saya saksikan. Dan di kemudian hari, cinta sepenuh hati itu membuahkan hasil yang luar biasa.

Keempat, orang hebat karena sederhana. Di mata saya, Mbah Surip tidak saja terkenal, tetapi juga orang hebat. Dan kehebatannya itu justru terletak pada kesederhanaanya. Orangnya bersikap dan penampilan sederhana. Lagunya dengan nada dan syair sederhana. Bicaranya sederhana dan apa adanya. Gaya pun sederhana bukan polesan sutradara. Dan sampai ajal menjemput, Mbah Surip tetap sederhana, meskipun konon meninggalkan warisan harta yang luar biasa.

Kelima, sukses itu mudah. Jika populer termasuk indikator sukses, maka hanya dengan satu lagu Tak Gendong yang sangat sederhana itu, Mbah Surip menjadi sangat populer di seluruh rakyat Indonesia. Dari Mojokerto tempat dia lahir sampai Makassar pun tahu siapa Mbah Surip. Dari anak balita sampai manusia bau tanah pun dapat menyanyikan syair, tak gendong kemana-mana… Rakyat jelata, artis hingga pejabat pun ikut kehilangan tawa Mbah Surip. Bahkan Mbah Surip “sukses” menggerakan hati seorang Presiden Susilo Bambang Yudoyono berkonferensi pers untuk menyampaikan kata berbela sungkawa. Terlepas dari apa sakwa sangka, saya ikut bangga perhatian yang diberikan Kepala Negara kepada warga negaranya. Tak banyak manusia Indonesia yang mendapatkan ucapan bela sungkawa dari Kepala Negara di saat meninggal dunia meskipun dia orang hebat dan terkenal Indonesia. Meskipun bagi Mbah Surip itu bukan merupakan kebanggaan, tetapi dia mendapatkan kehormatan itu.

Keenam, merasa cukup di puncak kejayaan. Ketenaran, kepopuleran dan pendapatan yang berlimpah dari lagunya, tak membuat Mbah Surip berubah dalam bersikap dan berperilaku. Dia tetap Mbah Surip yang dahulu. Tetap bergaya dengan rambut gimbalnya. Naik motor kemana-mana dan tetap tertawa, ha.. ha..ha..ha! Kematiannya yang mendadak itu seakan memberi pelajaran kepada saya, jika ingin berhenti, sudahilah disaat masa jaya. Jika ingin bertobat, insyaflah di waktu raga masih perkasa. Bukan ketika miskin, ringkihnya raga dan tidak berdaya, baru muncul keinginan untuk lengser dari kekuasaan dan mengundurkan diri dari gemerlap dunia. Mbah Surip akan dikenang sepanjang masa, justru karena dia “berhenti” di puncak emas karyanya. Mungkin sampeyan ingat Gombloh, yang juga meninggal dunia di saat “kebyar-kebyar” kepopulerannya.

Ketujuh, maut tak dapat ditolak meskipun sedang tertawa terbahak-bahak. Maut tetap datang menjemput, dan tak seorangpun dapat luput. Jangankan orang awam, orang terkenal pun meninggal dunia. Tak hanya orang yang sedih menderita penuh kesusahan, orang tertawa penuh bahagia pun meninggalkan dunia fana. Jangankan orang fakir miskin, orang kaya dengan harta berlimpah pun juga mati. Ketika masa itu tiba, harta dan kepopuleran tak mampu menunda barang sejenak. Saat maut itu pun tiba, badan yang sehat pun tak berdaya.

Mbah Surip, mungkin dirimu sudah cuaapek menggendong dunia menawarkan keceriaan kemana-mana. Sekarang dirimu memang telah tiada. Ruhmu telah meninggalkan raga. Dan jasadmu kembali ke tempat dimana asal berada. Tetapi tawamu dan lagumu akan dikenang sepanjang masa. Gaya dan sederhanamu akan menginspirasi banyak pemuda Indonesia. Cintamu kepada sesama dan Indonesia, akan menumbuhkan benih-benih asmara persaudaraan di bumi persada. Dan bagi saya, Mbah Surip adalah manusia sejati dengan sejuta hikmah bagi yang mampu membacanya.

Saya membayangkan, saat ini Mbah Surip sedang menggendong bidadari mengelilingi surga sambil tertawa, ha..ha..ha! Sesudah itu Mbah Surip ketiduran kecapekan. Setelah bangun dia tidur lagi. Mbah Surip, I love you, full.

http://syair79.wordpress.com disunting kembali dari http://www.brimob.host56.com

Tidak ada komentar: