Teknologi Perikanan dan Budidaya Lele

Kamis, 09 Desember 2010

Objek Wisata Sejarah yang Dipenuhi Legenda. Masjid Si Pitung Menyimpan Cerita Unik 410 tahun lalu

Pernah anda mendengar legenda Si Pitung???? Si Pitung merupakan symbol perjuangan.Jagoan Betawi yang dikenal pemberontakannya terhadap penjajah Belanda.
Jika Anda penggemar kisah-kisah jampang Betawi tempo dulu, rasanya belum pas kalau belum menengok Masjid Al-Alam atau lebih kesohor disebut Masjid Si Pitung ini. Ada banyak kisah heroik, legenda, bahkan mitos yang mengiringi perjalanan masjid tersebut. Konon, di masjid inilah dulu Si Pitung bermain, belajar silat, dan kanuragan, serta bersembunyi. Menurut cerita legenda yang beredar, tiap kali dikejar Belanda, Si Pitung lari dan bersembunyi di masjid itu dan ia seperti lenyap ditelan bumi .Bayangkanlah, sebelum menjadi “Robin Hood” Betawi, Pitung kecil disebutkan banyak menghabiskan waktu bermainnya di masjid ini.
Tidak diketahui pasti siapa pendiri masjid ini, minimnya data sama halnya dengan ketidaktahuan masyarakat sekitar masjid. Bahkan tokoh masyarakat di sekitar rumah tinggal Si Pitung sekalipun. Ada beberapa versi kisah yang menyebutkan siapa pendiri masjid ini, diantaranya pernyataan Yahya, seolah meluruskan status masjid tersebut. Meski dijuluki Masjid Si Pitung, soal keistimewaan yang dimiliki masjid tersebut, justru berkaitan dengan kiprah Wali Songo. Ya, menurut pendapat beberapa orang, masjid tersebut dibangun oleh Wali Songo pada abad ke-16. Yang menjadikan masjid itu istimewa, karena konon dibangun hanya dalam tempo semalam. Makanya diberi nama masjid Al Alam (Al Auliya).
Menurut salah seorang tokoh Betawi, Alwi Shahab, pendiri masjid Al Alam atau si Pitung adalah Fatahilah dan pasukannya pada tahun 1527 M, setelah mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa. Seratus tahun kemudian (1628-1629), ketika ribuan prajurit Mataram pimpinan Bahurekso menyerang markas VOC (kini Gedung Museum Sejarah Jakarta) para prajurit Islam ini lebih dulu singgah di Marunda untuk mengatur siasat perjuangan. Hal ini paralel dengan keterangan Jamaludin, tentang lubang kecil berbentuk setengah oval di bagian kiri masjid. Lubang itu, sering digunakan untuk mengintai bala tentara musuh.
Patron eskterior bangunan utama masjid mengingatkan kita pada model Masjid Agung Demak. Ukurannya saja yang lebih kecil, hanya 64m². Masjid ini boleh dibilang mengandung tiga unsur budaya; Jawa, Arab, dan Eropa. Gaya Jawa jelas terlihat pada atap joglo bertingkat dua. Sedangkan gaya Arab terlihat pada lengkungan di mihrab yang mengambil pola ukiran kaligrafi. Sementara gaya Eropa terlihat dari bentuk empat tiang bulat yang menopang atap masjid.
Langit-langitnya terbuat dari multipleks menutupi atap aslinya yang sudah termakan usia. Ditopang empat pilar bulat pendek seperti kaki bidak catur, dengan mihrab terlihat gagah, karena menjorok ke dalam tembok didampingi tempat duduk khatib Jum’at yang elegan.
Bagian kiri bangunan dulunya merupakan kolam untuk mencuci kaki sebelum masuk ke masjid, seperti di Masjid Agung Banten. Kini kolam ini sudah tertutup ubin merah, sementara bekas sumurnya dikelilingi tembok melingkar dengan papan peringatan untuk tak lagi menggunakannya.
Sejak tahun 1975, Masjid Al-Alam dan Rumah Si Pitung, dinyatakan sebagai Benda Cagar Budaya. Pemda DKI Jakarta rajin menyokong setiap upaya untuk melestarikan masjid ini. Di sekeliling masjid kini sudah dibuatkan pagar beton, berbentuk seperti pagar batas provinsi. Rumah Si Pitung pun terjaga dengan pagar besi yang mengelilinginya. Untuk menjangkau masjid dan rumah Si Pitung, dari Tanjung Priok ada angkutan umum yang menuju ke Pasar Cilincing. Dan dari Pasar Cilincing, pengunjung mesti berganti angkutan yang menuju ke arah Marunda. Dapat pula dipilih angkot jurusan Bulak Turi, yang melintas ke jalan masuk wilayah perkampungan Marunda. Atau, jika berkendaraan pribadi, Anda bisa langsung menuju ke Marunda.

sumber:nabilahusaeni.com

Tidak ada komentar: